Thursday, August 2, 2007

Hematologi Onkologi Medik Update V’current Concepts Of Trombosis (Hematological Aspects)

1. Syndrome of Trombosis and Hypercoagulability

By. Prof Boediwarsono

Trombosis adalah massa yang terbentuk pada dinding pembuluh darah akibat berbagai macam faktor yang ada di darah dan pembuluh darah. Sedangkan hiperkoagulasi merupakan suatu keadaan klinik tertentu yang mengakibatkan penderita mudah tyerserang trombosis.

Proses awal terjadinya trombosis melibatkan 3 faktor yaitu:

- Faktor pembulih darah

- Trombosit

- Faktor-faktor pembekuan

Bila terjadi trauma akan bereaksi dengan pembuluh darah dan trombosit. Pembuluh darah akan mengalami rasokonstriksi dan trombosit mengalami adesi dan agregasi.selanjutnya tubuh selalu berusaha mengatasi trauma dengan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan darah baik intrinsik (faktor XII, XI, IX, VIII) maupun ekstrinsik (faktor Vii, protrombin, faktor V dan X). Kedua jalur tersebut bertemu untuk mengaktifkan protrombim menjadi trombindengan bantuan prolipin dan Ca. Trombin yang terbentuk akan mengaktifkan fibrinogen menjadi fibrin dan terjadilah trombosis.

Tubuh yang normal tidak akan membiarkan proses pembentukkan fibrin berlangsung terus sehingga mulailah proses fibrinisis dengan mengeluarkan t-PA yang mengaktifkan plasminogen (fibrin degradation product) menjadi plasmin. plasmin memecah fibrin yang terbentuk menjadi FDP. Disamping t-PA masih banyak faktor yang menghambat timbunan fibrin yaitu protein S, Protein C, AT-III, Heparin Kofaktor II, Urokinasi dan Streptokinase.


Patogenesis Trombosis

Trombosis bisa terjadi akibat;

- Kelainan dipembuluh darah (arteriosklerosis, homositinemia, aliran darah

- Aliran darah (hipertensi, turbulensi, hiperveskositas)

- Kelainan protein darah (trombosit dan kelainan koagulasi, kekurangan protein C dan S)

Manifestasi klinik trombosis:

- Arteri mengakibatkan stroke dan Penyakit Jantung Koroner

- Vena mengakibatkan Deep Vein Trombosis (DVT) dan Emboli Paru-Paru (PE)

- Protein darah berimplikasi pentingnya pemeriksaan lab

Salah satu bentuk trombosis arteri dan vena yang populer saat ini adalah Sindroma Anti Phospholipid (APS).

Pemeriksaan lab untuk trombosis

Manfaat pemeriksaan lab untuk trombosis adala;

- Diagnosis trombosis

- Menentukan penyebab trombosis

- Follow up pengobatan

Jenis pemeriksaan untuk trombosis:

1. Primer ; D-Dimer, ]antitrombin III, Tes Agregasi Trombosit (TAT), Protein S, Protein C, Antibodi Antikardiopin (ACA), Lupus Antikoagulan, Aktifasi Protein C Kofaktor

2. Sekunder ; Plasminogen, Plasminogen Aktivator, Plasminogen Aktivator Inhibitor, Hepasin Kofaktor II, Gangguan Fibrinolysis dan Faktor XII

Untuk pemeriksaan skining adalah; Anamnesit, Fisik, EKG, Rontgen dan CT scan

Apabila secara klinis terdapat trombosis yang tidak diketahui penyebabnya/abortus habitualis maka patut dicurigai Sindroma Anti Pospholipid (APS). APS ditegakkan dengan pemeriksaan lab ACA LgG, LgA, LgM, dan atau Lupus Anticoagulant (LA). APS bila ACA + (lgG atau LgA atau LgM) dan atau LA+

Perlu diketahui

Pemeriksaan TAT tidak untuk menentukan kekentalan didalam darah, melainkan hanya digunakan untuk kelainan-kelainan yang terjadi pada trombosit sehubungan dengan timbulnya trombosis. Ada 3 reagen untuk TAT yakni;

- ADP (untuk kelainan intrinsik di trombosit0

- Kolagen (untuk kelainan vaskuler seperti DM/penyakit pembuluh darah, aterosklerosis)

- Epinefrein (untuk stress yang mengakibatkan peningkatan adrenalin)

Dalam melakukan pemeriksaan TAT sebaiknya ketiganya dperiks dan masing-masing dalam 2 konsentrasi yang berbeda. Penderita dikatakan hiperagregasi apabila terdapat minimal hiper dari 2 reagen satu konsentrasi atau satu reagen dua konsentrasi. Dan keadaan hiperagregasi inilah cenderung menimbulkan trombosis.

2. The Role of laboratory Examination in The Diagnosis of Trombosis

by Prof Boediwarsono


Pemeriksaan lab primer;

  1. D-Dimer; fraksi dari FDP. Apabila terdapat trombosis timbullah aktifasi terhadap sistem difibriniolisis sehingga pemecahan fibrin berlebihan dan peningkatan dari FDp dalam darah. Bila FDP meningkat, D-dimer pun meningkat. Harga normal D-dimer adalah ,0.3 mg/L.
  2. AT-III; anti trombin; a - 2 globulin yang terdiri atas 32 asam amino dengan berat melekul 58 000 dalton antitrombin mempunyai efek inaktivasi trombin dan sirine pro-tease yang meliputi faktor Xa, XIa, IXa, XIIa dan kalikrein. Antitrombin bekerja untuk membentuk kompleks AT-II-hepatin-serine protease sehingga serine protease tidak bekerja dan trombosis tidak terjadi. Sehingga bila AT-III menurun/kurang mudah terjadi trombosis. Harga normal AT-III; 75-125%
  3. Gula darah; gula darah merupakan salah satu faktor di arteri yang memudahkan terjadinya trombosis
  4. Profil lemak; kelainan profil lemak/dislipidemia berpengaruh timbulnya trombosis dengan cara meningkatkan kadar PAI-I (hipertrigliseridemia), meningkatkan aktivitas faktor VII (asam lemak jenuh) meningkatkan aktivasi dan agregasi trombosit (hiperkolestrolemia dan LDL yang tinggi) mengakibatkan plasminogen aktifator (t-PA, LDL yang tinggi), sedangkan mekanisme Lp(a) menimbulkan trombosis dengan cara meningkatkan adesi melekul dan inflamasi pada proses aterosklerosis. Inbrisis-kompetisi dengan plasminogen terhadap fibrin, menghambatt-PA, meningkatkan sintesa PAI-I.
  5. Hepatin Kofaktor II; bekerja menghambat trombinnya dan dipercepat oleh heparin. Kekurangan HC-II berarti efek antitrombin berkurang sehingga trombosis mudah terjadi.
  6. TAT; bukan untuk menentukkan kekentalan darah, melainkan untuk kelainan-kelainan yang terjadi pada trombosissehubungan dengan timbulnya trombosis
  7. ACA dan Lupus Anticoagulants (LA); pemeriksaan ini dihubungkan dengan trombosis dpada penyakit yang sekarang ini banyak dibahas yaitu APS (antiphospolipid sindrome0 yaitu kelainan protein darah penyebab trombosis yang terdiri dari antibodi anticardiolipid dan LA. Kelainan tersebut permulaan dijumpai pada wanita hamil dengan trombosis, kematian janin dan trombositopenia. Cara kerjanya sehingga memudahkan trombosis; mempengaruhoi sekresi prostasiklin sehingga kadarnya rendah, menghambat aktifitas protein C dan S lewat trombomodulin, mempengaruhi aktifitas antitrombin, berinteraksi dengan platelet membrane phospholipid dengan hasil akhir aktifasi dan PLT.
  8. Protein c; bekerja menghambat faktor Vdan faktor viii-C. Kekurangan protein C menimbulkan tidak adanya hambatan terhadap faktor V dan VII-C tidak terjadi sehingga memudahkan pembentukan trombosis. Kekurangan protein s bisa terjadi kongenital maupun didapat.

Pemeriksaan lab sekunder

  1. Homosistein; dikaitkan dengan timbu;lnya trombosis melalui mekanisme menghambat aktivitas AT-III, menghambat Protein c, aktivitas t-PA, menghambat kofaktor trombomodulin.
  2. hs-CRP; terkait dengan adanya inflamasi dalam proses terjadinya trombosit/aterosklerosis

3. Diagnosis dan Therapy of Deep Vein Thrombosis (DVT)

by Made Putra sedana

DVT merupakan pembentukkan bekuan darah pada lumen vena dalam (deep vein) yang diikuti oleh suatu reaksi inflamasi pada dinding pembuluh darah dan jaringan perivena. Hal ini terutama disebabkan oleh adanya abnormalitas dinding pembuluh darah, statis sliran darah vena dan perubahan-perubahan pada elemen darah baik terlarut maupun terbentuk.

Diagnosis DVT berdasarkan atas gejala dan tanda-tanda yang ditemukan pada pemeriksaan klinis, diperkuat dengan anamnesa dan temuan kilnis adanya faktor resiko trombosis.

Pemeriksaan lab hemeostatis bersifat mendukung diagnosis, karena bila tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan hemeostatis atau bila juga ditemukan kelainan pada pemeriksaan hemostatik lanjutan, bukan berarti tidak ada kelainan hemostatis, D-dimer<0.5jlg/m>

Tujuan terapi DVT adalah untuk menghentikan proses pembekuan agar tidak terus berlanjut, melepaskan obstruksi vena untuk menurunkan progresivitas dan gejalamencegah timbulnya PE, menurunkan resiko rekurensi dan mencegah post thrombotic syndrome (PTS). Terapi DVT terdiri dari antikoagulan, trombolik, percutaneous, mechanical trombertomy, adjuvant venous angiosplasty dan stanting dan open surgical thrombertomy.

4. Anti-Phospholipid Syndrome Clinical Aspects

by Sugianto

APS adalah gangguan pada sistem imun yang berupa kesalahan produksi antibodi terhadap protein dalam darah. APS dianggap sebagai bagian spektrum klinik SLE tetapi karena kedua sindroma sering terdapat bersama, SLE tidak diperlukan untuk diagnosis.

Klasifikasi APS

- primer; jika tidak ditemukan kelainan imun lain seperti SLE

- sekunder; jika ditemukan kelainan antiimunlain sebelumnya

Skrining dan diagnosis

jika terdapat satu atau lebih riwayat trombosit atau keguguran, kecurigaan APS ditegaskan dengan tes darah untuk menunjukkan adanya ab tersebut. Untuk menetapkan diagnosis APS Ab harus muncul pada darah setidaknya 2 kali pada tes yang terpisah 12 minggu. Lebih dari 34 minggu karena preeklamasi dan eklamasia berat atau insufiensi plasenta berat, lebih dari 3 abortus spontan berturut-turut di bawah umur kehamilan 10 minggu tanpa kelainan anatomi dan hormon ibu, kromosom maternal dan paternal.

Kreteria lab

- ACL dari isotop LgG atau LgM dalam darah, dalam titer sedang-tinggi. Dalam 2 atau lebih pemeriksaan, dengan interval 6 minggu

- LA didapatkan di plasma pada 2 atau lebih pemeriksaan dengan internal minimal 6 minggu, diukur sesuai panduan Internasional Society on Thrombosis and Hemeostasis.

Diagnosa APS didasarkan pada adanya paling tidak 1 kreteria klinis dan 1 kreteria Lab.

5. Management of Venous Thromboembolism (VTE) in Pregnancyand the Puerperilum

By Ami Ashariati

Tromboembo venosa merupakan komplikasi vaskular paling serius yang dapat timbul pada kehamilan , diagnosis serta perawatannya merupakan masalah khusus. Efek fisiologis kehamilan berujung pada trombosis. Hal ini disertai peningkatan tekanan vena sekitar 10mmHg akibat distensibilitas dan tekanan dari uterus hamil yang menghambat venous return. Peningkatan substansial aliran darah vena dari uterus hamil sepanjang vena iliaka internal juga akan menyebabkan tekanan balik pada venous treturn di vena iliaka eksternal meningkat.

Pemeriksaan untrasonit doppler telah terbukti merupakan alat screening yang berguna untuk mendiagnosis DVT pada kehamilan. Umumnya wanita dengan riwayat tromboemboli vena sebelumnya memiliki resiko yang tinggi dan dianjurkan perawatan profilaksis saat melahirkan dan pada masa puerperium. Apabila komplikasi tromboemboli vena telah terjadi pada periode enternal kehamilan sebelumnya, perawatan profilaksis 4-6 minggu sebelum hamil atau dari minggu ke 16 kehamilan patut untuk dipertimbangkan.

6. Clinical application of antithrombotic agents

By Ugroseno

Obat anti trombosis yang dipakai saat ini adalah;

Golongan anti koagulan (heparin, warfarin)

Anti platelet (aspirin)

Trombolitik (treptokinase, urokinase) dalam memberikan obat anti koagulan selalu diperhatikan tentang pemilihan obat sesuai indikasi, dosis, cara pemberian dan waspada terhadap efek samping yang terjadi. Untuk pengaturan dosis warfarin digunakanlah nilai INR;

INR : <>tyle=""> Timngkatkan dosis mingguan 5-20 %

INR : 2.0-3.0 Dosis tetap

INR : 3.0-3.5 Turunkan dosis mingguan 5-15%

INR : 3.6-3.9 Turunkan dosis mingguan 10-15%

INR : 4.0-5.0 hentikan pemberian

7. Current Recomendation of Warfarin Therapy

By Made Putu Sedana

Antikoagulan oral adalah obat yang paling sering digunakan untuk profilaksis dan pengobatan jangka panjang pada penyakit trombosis arteri dan vena. Pemantauan laboratorium pada pemberian warfarin adalah test prothrombin time, karena test ini sensitif untuk megetahui penurunan faktor II, VII dan X. Untuk standarisasi prothrombine time maka WHO membuat referensi tromboplastia internasional yang ditunjuk dengan INR.

Penggunaan klinis Warfarin saat ini adalah pengobatan jangka panjang pada tromboemboli vena, pengobatan DVT, pengobatan DVT rekuren, pencegahan stroke iskhemik pada fibrilasi atrial dan pengobatan jangka panjang pada kelainan karciovaskuler. Efek samping warfarin bisa pendarahan, bukan pendarahan seperti nekrosis kulit, kelainan pada bayi.


8. Stieky Platelet Syndrome and Thrombocytemia

By Prof Boediwarsono

Platelet/trombosit berperan dalam;

- Hemeostasit; karena kemampuannya dalam membentuk agregasi apabila terjadi trauma pada pembuluh darah dan penghentian pendarahan

- Trombosit atherosklerosis; pada pembuluh darah yang terkena trauma yaitu dengan jalan menyediakan faktor-faktor koagulasi sehingga terbentuk sistem koagulasi

Keadaan trombohemorrahagit biasanya dikaitkan dengan peningkatan jumlah trombosit

  1. Pseudotrombositosis; suatu keadaan dimana presipitates protein yang berada dalam sirkulasi keliru dikenal sebagai platelet sized particles
  2. Trombositosis; dikenal dengan reactive trombositosis merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah trombosit dan mempunyai underlying disease
  3. Thrombocythemia; diterapkan pada keadaan mieloprolitfaratif

9. Clinical Application LMWH in APS


Penderita dengan APS cenderung dalam keadaan hiperkoagulasi. APS ada dua;

1. Primer; tanpa disertai LA dan menyerang pembuluh darah besar serta bersifat genetik.

2. sekunder; dengan LA yang berhubungan dengan penyakit antiimun, keganasan, injeksi atau pemakaian obat-obatan.

Penatalaksanaan penderita APS dengan VTE cukup sulit oleh kerena penderita mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya VTE berulang dan terjadinya pendarahan terkait pemberian antikoagulan dibandingkan pada penderita non APS. Berdasarkan patogenesis terjadinya trombosis, pengobatan pada APS; memberikan antikoagulan dan antiagregasi trombosit.

Pada APS sekunder, selain kedua jenis tadi, ditambahkan juga obat immunosupresi untuk menghilangkan antibodi. Pemberian steroid tidak bermanfaat, bahkan menyebabkan komplokasi. Pengobatan dengan IV heparin atau LMWH segera dimulai ketika terbukti ada trombosis (disertai tes lab untuk trombosis terbukti). Heparin intravenus sebaiknya diberikan bersama-sama warfarin dan dosis warfarin secara bertahap dinaikkan sampai level terapi tercapai sedang hepari kemudian dihentikan.

Ayu Rasmandani

seminar ini diselenggarakan di Hyatt Hotel Surabaya

pada tanggal 28 Juli 2007

Merokok Memicu Kanker Leher Rahim

KR, Sunday, 29 July 2007

“AND
A didiagnosis terkena kanker leher rahim?” Kata-kata tersebut terdengar sangat menakutkan. Seolah-olah hidup sudah berakhir. Kanker leher rahim merupakan salah satu kanker yang banyak menyerang kaum wanita di samping kanker payudara dan kanker ovarium. Kanker leher rahim merupakan penyebab kematian akibat kanker, terbesar pada wanita di negara-negara berkembang, bahkan tiap tahunnya sekitar seperempat juta wanita meninggal karena penyakit ini. Sesuai namanya, kanker leher rahim (kanker serviks) adalah kanker yang terjadi di serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina). Kanker ini biasanya terjadi pada wanita yang telah berumur, tetapi bukti statistik menunjukkan bahwa kanker leher rahim dapat juga menyerang wanita yang berumur 20-30 tahun.

Layaknya semua kanker, kanker leher rahim terjadi ditandai adanya pertumbuhan sel-sel pada leher rahim yang tidak lazim (abnormal). Tetapi perubahan sel-sel tersebut biasanya memakan waktu sampai bertahun-tahun, sebelum sel-sel tadi berubah menjadi sel-sel kanker. Selama jeda tersebut, pengobatan yang tepat akan segera dapat menghentikan sel-sel yang abnormal sebelum berubah menjadi sel kanker. Sel-sel abnormal itu dapat dideteksi dengan suatu tes, yaitu pap smear. Pap smear adalah suatu metode pemeriksaan sel-sel yang diambil dari leher rahim, kemudian diperiksa di bawah mikroskop untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi. Bahkan seiring perkembangan ilmu kedokteran dan laboratorium, sudah ada metode lebih baik dibandingkan pap smear dalam mendeteksi kanker leher rahim, yaitu sitologi serviks berbasis cairan (pap LB). Pap LB merupakan pemeriksaan terhadap sel-sel yang diambil dari leher rahim, menggunakan cairan sebagai media untuk menyimpan sel-sel leher rahim, hal ini tidak dilakukan pada pap smear.

Pap LB memberikan kualitas slide yang lebih baik dibandingkan pap smear, sehingga pembacaan di bawah mikroskop lebih akurat, dengan demikian memberikan hasil diagnosis yang lebih baik. Cegah Dini Seperti pada penyakit lain, jika perubahan awal dapat dideteksi seawal mungkin, tindakan pengobatan dapat diberikan sedini mungkin. Sehingga deteksi dini sangat menentukan kesembuhan kanker leher rahim. Banyak cara untuk mencegah kanker leher rahim, misalnya tak terlalu sering mencuci vagina dengan antiseptik, apalagi tanpa indikasi dan saran dari dokter. Karena mencuci vagina dengan antiseptik dapat menyebabkan iritasi di serviks, iritasi berlebihan dan terlalu sering akan merangsang terjadinya perubahan sel, yang akhirnya menjadi kanker. Jangan pula menaburkan talk di vagina. Karena pemakaian talk pada wanita usia subur bisa memicu terjadinya kanker ovarium. Sebab di usia subur berarti sering ovulasi. Padahal bisa dipastikan saat ovulasi terjadi perlukaan di ovarium. Partikel tersebut bisa menumpuk di atas luka, akibatnya bisa merangsang bagian luka untuk berubah sifat menjadi kanker.

Yang tak kalah penting, jauhi rokok. Sebab kandungan nikotin dalam rokok akan mempermudah semua selaput lendir sel-sel tubuh bereaksi/menjadi terangsang baik pada mukosa tenggorokan, paru-paru, juga serviks. Juga jangan berganti-ganti pasangan seks. Karena akan menyebabkan tertularnya penyakit kelamin, salah satunya Human Papilloma Virus (HPV) yang merupakan virus penyebab kanker leher rahim. Jadi, sebelum kanker leher rahim menghampiri, lakukan pencegahan dan deteksi secara dini. Karena deteksi dini sangat menentukan kesembuhan kanker leher rahim. q-g (Ni Wayan Ayu Rasmandani SFarm Apt, Staf Lab Prodia Yogya)

Panel Pemeriksaan Laboratorium














Laboratorium Klinik Prodia Yogyakarta menawarkan beragam paket panel pemeriksaan laboratorium. Panel pemeriksaan laboratorium merupakan sekumpulan pemeriksaan laboratorium yang dirancang untuk tujuan mendeteksi penyajkit, menentukan resiko, memantau perkembangan penyakit, memantau pengobatan dan lain-lain. Hal ini dilakukan untuk memberi kemudahan, dan pelayanan bagi masyarakat yang ingin melakukan pemeriksaan kesehatan baik reguler atau pemeriksaan khusus. Sesuai dengan semangat Prodia, melalui pemeriksaan laboratorium pelanggan akan mendapatkan pelayanan "untuk diagnosa lebih baik". Ragam paket yang di tawarkan berlaku mulai Juli 2007.

Adiponektin dan Penyakit Akibat Obesitas

KR, Sunday, 06 May 2007

BELAKANGAN ini obesitas semakin mendapat perhatian dari berbagai pihak yang peduli akan kesehatan. Sebab, cukup banyak dampak negatif akibat obesitas pada aspek kesehatan. Obesitas merupakan suatu risiko utama untuk penyakit jantung koroner (PJK). Seseorang yang obese memiliki peningkatan risiko 1,5-2,0 kali lipat terhadap PJK dan antara 15-20% dari keseluruhan kasus PJK dapat dikaitkan dengan overweight dan obesitas.

Obesitas juga merupakan faktor risiko yang dapat memicu terjadinya diabetes melitus terutama kegemukan yang terkonsentrasi di daerah perut (obesitas sentral). Berdasarkan penelitian, obesitas merupakan cirikhas dari populasi hipertensi dan terbukti bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan terjadinya hipertensi di kemudian hari. Pada kondisi obesitas, dibutuhkan jumlah oksigen yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Karena itu, akan terjadi peningkatan volume dan tekanan darah yang bertujuan memenuhi peningkatan kebutuhan yang diakibatkan obesitas. Pada kondisi obesitas pula dapat terjadi resistensi insulin yang juga berpotensi menghilangkan kerja insulin dalam mempertahankan tekanan darah yang normal.


Kondisi obesitas akan menyebabkan terjadinya peradangan pembuluh darah kronis (berlangsung dalam jangka waktu lama dan tidak disadari) yang akan meningkatkan tekanan darah. Sehingga obesitas, khususnya obesitas sentral sangat berkaitan erat dengan sindroma metabolik, peningkatan risiko diabetes melitus, gangguan konsentrasi lemak, hipertensi dan penyakit jantung koroner (PJK). Terkait hal itu, saat ini telah ditemukan suatu protein yang sangat berperan dan terlibat dalam kondisi seperti di atas yaitu Adiponektin. Dulu, jaringan adiposa hanya diketahui berfungsi sebagai tempat penyimpan kelebihan lemak, tetapi sekarang diketahui bahwa selain berfungsi sebagai penyimpan lemak, jaringan ini juga mampu mensintesis ratusan protein. Adiponektin merupakan protein yang berasal dari jaringan adiposa dan memiliki fungsi yang penting. Adiponektin akhir-akhir ini banyak menarik perhatian karena perannya yang begitu penting dalam berbagai penyakit. Di mana konsentrasi adiponektin menurun pada kondisi obesitas. Dan sekarang adiponektin dapat diketahui dari hasil pemeriksaan di laboratorium.


Adiponektin merupakan salah satu protein yang memiliki efek penting dalam menjaga keseimbangan gula dan lemak. Adiponektin berfungsi di dalam meningkatkan kepekaan/sensitivitas organ-organ tubuh terhadap insulin sehingga berperan dalam mengatur keseimbangan gula di dalam tubuh. Pada kondisi normal, adiponektin akan menjaga keseimbangan gula darah melalui penurunan gula yang diproduksi hati dan memaksimalkan penggunaan gula oleh organ-organ tubuh yang memerlukan gula sebagai sumber tenaga. Konsentrasi adiponektin dalam sirkulasi menurun pada keadaan obesitas dan resistensi insulin. Konsentrasi adiponektin banyak ditemukan rendah pada individu dengan resistensi insulin dan diabetes melitus terlepas dari apakah mereka obese atau tidak. Penemuan ini menunjukkan bahwa konsentrasi adiponektin yang rendah berperan langsung terhadap perubahan pengaturan keseimbangan gula dan penurunan sensitivitas insulin di hati

(Ni Wayan Ayu Rasmandani

Apoteker, Staf Lab Prodia Yogya)

Waspadai ‘Overweight’ dan Obesitas

KR, Sunday, 25 March 2007


BADAN gemuk tanda kemakmuran ??? Pendapat itu salah besar, badan gemuk bukanlah lambang kemakmuran, justru erat kaitannya dengan penyakit, seperti diabetes mellitus, jantung, stroke, radang sendi dan banyak lagi. Awalnya badan gemuk lebih dikaitkan dengan penampilan dan akhirnya orang baru sadar bahwa kondisi ini lebih banyak dikaitkan dengan berbagai penyakit. Obesitas dan overweight adalah istilah untuk menyatakan badan gemuk. Obesitas berarti lemak tubuh yang dapat membahayakan kesehatan. Sedang overweight menggambarkan kelebihan dibandingkan berat badan normal.

Overweight dan obesitas yang tidak ditangani dengan baik dan tepat akan meningkatkan penyakit penyerta, memendeknya usia harapan hidup, serta merugikan dari sisi hilangnya produktivitas pada usia produktif. Overweight dan obesitas terjadi karena banyak faktor. Faktor utama adalah ketidakseimbangan asupan energi dengan keluaran energi. Asupan energi tinggi bila konsumsi makanan berlebih, sedang keluaran energi jadi rendah bila metabolisme tubuh dan aktivitas fisik rendah.

Ukuran yang digunakan untuk menentukan apakah seseorang menderita overweight atau obesitas berdasarkan berat badan dan tinggi badan, yaitu menggunakan suatu indeks berdasarkan berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter pangkat dua, yang disebut indeks massa tubuh (IMT).

Bila IMT kurang dari 18,5 dinyatakan kurang, IMT antara 19-25 berarti berat badan sehat atau normal, IMT antara 25-30 berarti overweight, IMT antara 30-40 disebut obesitas dan IMT 40 atau lebih berarti obesitas yang berbahaya. Selain pengukuran IMT, penentuan seseorang menderita overweight atau obesitas adalah ukuran komposisi lemak tubuh. Pengukuran lemak tubuh dapat diukur menggunakan alat berupa skin fold atau body fat analizer.

Wanita dikatakan obesitas bila komposisi lemak tubuhnya lebih dari 25 % berat badan, sedang laki-laki disebut obesitas bila komposisi lemak tubuhnya lebih dari 20 % berat badan. Berdasarkan distribusi lemak dalam tubuh, ada 2 jenis penimbunan lemak. Penimbunan lemak di bagian bawah tubuh disebut bentuk ginoid dan penimbunan lemak di bagian perut disebut bentuk android atau dikenal dengan obesitas sentral/obesitas abdominal.

Cara pengukuran sederhana untuk mengetahui adanya obesitas sentral dan telah dibuktikan manfaatnya adalah mengukur lingkar pinggang (waist circumference). Wanita Indonesia dianggap berisiko mendapat penyakit penyerta bila lingkar pinggang di atas 80 cm dan pria bila di atas 90 cm.

Penetapan angka lingkar pinggang tersebut bagi wanita dan pria Indonesia karena pada batas angka itu telah ditemukan berbagai risiko penyakit degeneratif, misalnya kadar gula darah melebihi batas normal. Selain itu, ditemukan peningkatan trigliserida yang lebih menonjol dibanding kolesterol total, penurunan HDL dan peningkatan LDL. Kadar lipid serta tekanan darah juga tinggi. Penyakit yang berkaitan dengan kegemukan disebut sindroma metabolik.


(Ni Wayan Ayu Rasmandani, Apoteker di Yogya)